PENGELOLAAN
TANAH SULFAT MASAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Oryza
sativa L.)
LAPORAN
Oleh
:
PUTRI
MURDIANTI / 130301103
AGROEKOTEKNOLOGI II B
LABORATORIUM
KIMIA KESUBURAN TANAH
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2014
PENGELOLAAN
TANAH SULFAT MASAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Oryza
sativa L.)
LAPORAN
Oleh
:
PUTRI
MURDIANTI / 130301103
AGROEKOTEKNOLOGI II B
Laporan ini
sebagai salah satu
syarat untuk dapat mengikuti praktikal
test di Laboratorium Kimia
Kesuburan Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara,Medan
LABORATORIUM
KIMIA KESUBURAN TANAH
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2014
Judul : Pengelolaan Tanah Sulfat Masam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
( Oryza Sativa L. )
( Oryza Sativa L. )
Nama : Putri Murdianti
NIM : 130301103
Prodi : Agroekoteknologi 2 - b
Prodi : Agroekoteknologi 2 - b
Diketahui Oleh :
Dosen Penanggung
jawab
(Ir. Syarifuddin M.S.)
NIP. 196503091993031014
Diperiksa
Oleh
Asisten
Korektor
(Fitria Permata
Sari)
NIM. 110301243
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan lindungan-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Adapun
judul laporan ini adalah“Pengelolaan Tanah Sulfat Masam Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)” yang
merupakan salah satu
syarat untuk dapat memenuhi
komponen penilaian praktikum pengelolaan
tanah dan air Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ir. Syarifuddin,MS.,Ir.M.Madjid
Damanik MSc.,Ir.Bintang Sitorus,MP., Prof. Dr. Ir. Masul Harahap, M.P., Ir. Posma Mangisi P. Marbun, H. D., Ir. Fauzi,M. P., Mariani Sembiring, SP,MP., Dr. Ir. Hamida
Hanum, MP., Ir.Kemala Sari Lubis SP,MP.,
Jamilah,SP,MP., Ir.T.Irmansyah selaku dosen mata kuliah Pengelolaan
Tanah Dan Air serta Abang dan Kakak
Asisten Laboratorium Kimia Kesuburan Tanah yang telah membimbing penulis dengan
baik sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Akhir
kata penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................... 1
Tujuan Penulisan............................................................................................ 6
Kegunaan Penulisan....................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Tanah
Sulfat Masam........................................................................ 7
Penyebaran Tanah Sulfat Masam ................................................................ 16
Karakteristik Tanah Sulfat Masam .............................................................. 16
Permasalahan Tanah Sulfat Masam ............................................................. 16
Potensi Tanah Sulfat Masam ...................................................................... 16
Pengelolaan Tanah Sulfat Masam ............................................................... 16
Tanaman
Indikator ........................................................................................ 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ........................................................................................................... 11
Pembahasan ................................................................................................ 15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................................................. 18
Saran............................................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Padi merupakan
tanaman yang paling penting di negeri kita Indonesia ini. Betapa tidak karena
makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya dihasilkan oleh
tanaman padi. Selain di Indonesia padi juga menjadi makanan pokok negara-negara
di benua Asia lainnya seperti China, India, Thailand, Vietnam dan lain-lain.
Padi merupakan tanaman berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian ini berasal
dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000
tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh
India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi
adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Hama yang banyak
menyerang tanaman ini adalah tikus, orong-orong, kepinding tanah (lembing
batu), walang sangit dan wereng coklat. Hama-hama itulah yang sering
menyebabkan padi gagal panen dan tentunya membuat petani merugi(Arsyad,
2010).
Negara produsen padi terkemuka adalah
Republik Rakyat Cina (31% dari total produksi dunia), India (20%), dan
Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang
diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari total produksi dunia). Thailand
merupakan pengekspor padi utama (26% dari total padi yang diperdagangkan di
dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika Serikat (11%). Indonesia merupakan
pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi yang diperdagangkan di dunia)
diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%) (Asdak,2010).
Padi
merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan
makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat
digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi
orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan
makanan yang lain.Padi adalah salah satu bahan makanan yang
mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya
terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut
juga makanan energi (Darmayanti,2012).
Lahan
sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan
lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya
memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan tingkat
kesuburan yang rendah. Ciri khas tanah sulfat masam adalah adanya bahan
sulfidik yang banyak mengandung pirit. Pirit ini mempunyai sifat yang unik dan
bergantung pada keadaan air. Keberadaan pirit di lahan sulfat masam menjadi
kendala berat dalam pengembangan lahan rawa untuk budidaya padi (Rahim,2003).
Tanah mineral masam banyak dijumpai di
wilayah beriklim tropika basah, termasuk Indonesia. Luas areal tanah bereaksi
asam seperti podsolik, ultisol, oxisols dan spodosol, masing-masing sekitar
47,5, 18,4, 5,0 dan 56,4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas total
tanah di Indonesia. Luasnya tanah masam tersebut sebenarnya mempunyai potensi
yang besar untuk pengembangan usaha pertanian, tetapi sampai sekarang masih
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal mengingat beberapa kendala yang
terdapat pada tanah masam.Tanah ordo lain yang bersifat masam adalah inseptisol
dan entisol (Arsyad, 2010).
Tujuan Praktikum
Percobaan
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) pada tanah tanah sulfat masam.
Kegunaan Penulisan
Penulisan ini berguna sebagai salah
satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test Pengelolaan Tanah dan Air Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan
sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam
Tanah
sulfat masam merupakan tanah yang mengandung senyawa pirit (FeS2),
banyak terdapat di daerah rawa, baik pada pasang surut maupun lebak.
Mikroorganisme sangat berperan dalam pembentukan tanah tersebut. Pada kondisi
tergenang senyawa tersebut bersifat stabil, namun bila telah teroksidasi maka
akan memunculkan problem, bagi tanah, kualitas kimia perairan dan biota-biota
yang berada baik di dalam tanah itu sendiri maupun yang berada di badan-badan
air, dimana hasil oksidasi tersebut tercuci ke perairan tersebut.Mensvoort dan
Dent (1998) menyebutkan bahwa senyawa pirit tersebut merupakan sumber masalah
pada tanah tersebut.
Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat
di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena
tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan
dengan tingkat kesuburan yang rendah. Ciri khas tanah sulfat masam adalah
adanya bahan sulfidik yang banyak mengandung pirit. Pirit ini mempunyai sifat
yang unik dan bergantung pada keadaan air. Keberadaan pirit di lahan sulfat
masam menjadi kendala berat dalam pengembangan lahan rawa untuk budidaya padi
(Perdana,2007).
Jika tanah ini dikeringkan atau
teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk ferri hidroksida (Fe
),
sulfat (
)
dan ion hydrogen (H+) sehingga tanah menjadi sangat masam. Akibatnya kelarutan
ion-ion Fe2+, Al3+,dan Mn2+bertambah di dalam tanah dan dapat bersifat racun
bagi tanaman. Ketersediaan fosfat menjadi berkurang karena diikat oleh besi
atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau aluminum fosfat. Biasanya bila
tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah, akibatnya terjadi kekahatan unsur
hara di dalam tanah (Hasibuan, 2008).
Lahan sulfat masam tergolong lahan piasan, yaitu
lahan yang mempunyai sifat-sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya
perbaikan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis tanah dari lahan ini
digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat
baik fisika, kimia, maupun biologi lebih jelek dibandingkan dengan tanah
mineral umumnya sehingga produktivitas lahan jenis tanah ini tergolong rendah,
bahkan sangat rendah (Tim IPB, 1992).
Penyebaran Tanah Sulfat Masam
Luas
lahan sulfat masam di dunia diperkirakan 14 juta ha, diantaranya 10 juta ha
tersebar diwilayah tropik. Sebagian lahan gambut dangkal di Indonesia
berasosiasi dengan sulfat masam. Hasil survei Euroconsult (1984) menunjukkan
luas lahan sulfat masam di Indonesia sekitar 2 juta ha. Diperkirakan luas lahan
sulfat masam sekitar 6,70 juta ha, diperkirakan terdapat sekitar 6,7 ha lahan
berpirit tersebut, yang tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian. Keadaan
ini menunjukkan terjadinya perluasan lahan sulfat masam. Hal ini memnungkinkan
karena terjadinya penipisan lapisan atas (lapisan organik) sehingga mendekatkan
lapisan pirit ke permukaan (Noor,
1996 dalam Tambunan, 2013).
Penyebaran tanah sulfat masam di
Indonesia, telah dilakukan pengelompokan lahan berdasarkan karakteristik tanah
yang ada pada basis data Sumber Daya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1.000.000
(Puslitbangtanak, 2000). Ordo tanah yang ditemukan di Indonesia ada 10 yaitu
Histosols, Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols, Vertisols, Ultisols,
Oxisols,Andisols, dan Spodosols. Semua ordo Histosol(gambut) dan ordo tanah
lainnya yang mempunyai rezim kelembapan aquik dikelompokkan menjadi lahan
basah, dan sisanya menjadi lahan kering. Lahan kering di pilah lebih lanjut
menjadi lahan kering masam dan non-masam. Lahan kering bertanah masam dicirikan
dengan pH < 5,0 dan kejenuhan basa < 50%, yang tergolong pada tanah-tanah
yang mempunyai sifat distrik. Sebaliknya lahan yang bertanah tidak masam adalah
lahan dengan pH > 5,0 dan kejenuhan basa > 50%, yang tergolong pada
tanah-tanah yang bersifat eutrik (Hidayat dan Mulyani, 2002).
Karakteristik
Tanah Sulfat Masam
Tanah sulfat masam
mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik atau pirit, (2) lapisan
(horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral berupa karbonat
atau basa-basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam ditandai warna tanah
yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman sedang sampai tinggi. beberapa
pengalaman (sigi) dan penelitian menunjukkan untuk mengenal dan
mengidentifikasi tanah sulfat masam dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan
sederhana, dan identifikasi yang dimaksud adalah pengujian di lapangan (field
laboratorium) (Noor, 2004).
Sifat atau ciri lain
yang dapat membantu dalam mengidentifikasi lapisan pirit adalah (a) adanya
warna reduksi kelabu atau kelabu kehijaun, baik dengan maupun tanpa bercak
hitam, (b) adanya bahan organik terutama berupa akar serabut, atau berseling
dengan lapisan mineral berkonsistensi setengan matang, (c) adanya bau H2S pada
tanah yang telah terfanggu atau diolah. Tanah ini biasanya mempunyai tekstur
halus, karena fraksi-fraksi kasar sudah diendapkan di daerah aliran sebelah
atas. Endapan-endapan marine (pengendapan sedimen laut) dan sungai inilah yang
merupakan bahan induk tanah sulfat masam yang terbentuk di daerah tersebut (Hakim dkk, 1986).
Permasalahan Tanah Sulfat Masam
Permasalahan yang umum dijumpai pada
lahan sufat masam adalah kemasaman tanah yang tinggi, ketersediaan hara P yang
rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe berakibat pada rendahnya hasil
tanaman yang diusahakan.Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur
beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif (Moori,2006).
Pengembagan
pertanian di tanah sulfat masam sering menghadapai beberapa permasalahan seperti
antara lain rendahnya pH tanah dan fosfat tersedia serta tingginya kandungan Fe
(Purnomo et al., 2005). Banyak penelitian yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan
lahan sulfat asam menjadi lahan pertanian yang lebih produktif. Salah satu
kunci keberhasilan pertanian di tanah sulfat masam adalah pengelolaan air,
pengolahan tanah yang dikombinasikan dengan pemberian bahan organik in situ
serta penggunaan varietas adaptif pada sistem tata air satu arah dapat meningkatkan
produktivitas tanah sulfat masam (Sudhalakhsmi et al., 2007; Fahmi et al., 2006).
Lahan sulfat masam, dianjurkan
untuk di sawahkan guna menghindari terjadinya oksidasi pirit. Pada musim
kemarau dengan air yang terbatas, setidak-tidaknya tanah yang mengandung pirit
harus dalam kondisi basah/tergenang. Pada kondisi air yang sangat terbatas,
dianjurkannya untuk menutup saluran drainase atau membuat tabat (bendung) pada
saluran tersier. Pembuatan saluran cacing juga dianjurkan untuk mempercepat
drainase dan meratakan kelembaban tanah (Widjaja Adhi, 1995).
Potensi Lahan Sulfat Masam
Dilihat luasan, topografi dan
ketersediaan air, lahan tersebut sebenarnya mempunyai potensi untuk
pengembangan tanaman pangan dan tahunan. Di Indonesia, diperkirakan terdapat
sekitar 6,7 ha lahan berpirit tersebut, yang tersebar di pulau Kalimantan,
Sumatera, dan Irian (Nugroho et al., 1992). Topografi termasuk
kategori datar (<3%) style=""> air yang
bervariasi tergantung tipe luapan air. Sebagian lahan tersebut telah dibuka
untuk pemukiman transmigrasi, dan ditanami padi, palawija dan buah-buahan
dengan hasil yang bervariasi, dan umumnya dibawah potensi produksi tanaman. Tanah
sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa yang berpotensi untuk usaha
pertanian. Komoditas yang berkembang di lahan sulfat masam cukup beragam, meliputi
tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah, dan tanaman perkebunan (Rahayu,
2009).
Pemanfaatan lahan
marginal, seperti lahan sulfat masam, belum diupayakan secara optimal untuk
memenuhi dan mempertahankan kebutuhan pangan nasional. Tanah sulfat masam dapat
dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) tanah sulfat masam potensial yang
dicirinya antara lain lapisan pirit pada kedalaman >50 cm dari permukaan
tanah dan (2) semua jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah sulfat masam
aktual. Adapun yang dimaksud dengan tanah sulfat masam potensial yang dicirikan
oleh warna kelabu, kemasaman sedang-sampai dengan masam (pH>4.0). sementara
itu yang dimaksud dengan tanah sulfat masam aktual yang dicirikan dengan warna
kecoklatan pada permukaan, dan sangat masam atau pH< 3,5 (Noor, 2004).
Pengelolaan Tanah Sulfat Masam
Menurut Didi (2005) Pengelolaan
tanah sulfat masam dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
- Pengelolaan tanah dan air, Pengelolaan tanah dan air (soil and water management) merupakan kunci utama keberhasilan pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut, termasuk tanah sulfat masam. Pengelolaan tanah dan air ini meliputi jaringan tata air makro maupun mikro, penataan lahan, ameliorasi dan pemupukan. Dalam tulisan ini tata air makro tidak dibahas karena merupakan kewenangan dari Departemen Pekerjaan Umum.
- pengelolaan tata air mikro mencakup pengaturan dan pengelolaan tata air pada saluran kuarter dan petakan lahan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sekaligus memperlancar pencucian bahan beracun.
- Penataan lahan, penataan lahan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi lahan agar sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Penataan lahan perlu memperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya.
- Ameliorasi dan pemupukan, produktivitas tanah sulfat masam biasanya rendah karena pH tanah rendah, kelarutan Fe, Al, dan Mn tinggi serta ketersediaan unsur hara terutama P dan K dan kejenuhan basa rendah (Dent, 1986). Oleh karena itu, diperlukan bahan pembenah tanah (amelioran) untuk memperbaiki kesuburan tanah sehingga produktivitas lahan meningkat Bahan amelioran yang dapat digunakan adalah kaptan untuk meningkatkan pH dan rock phosphate (RP) untuk memenuhi kebutuhan hara P.
- Penggunaan varietas yang adaptif, Tanaman yang dapat diusahakan di lahan sulfat masam antara lain adalah padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), sayuran (cabai, kacang panjang, kubis, tomat, dan terung), buah-buahan (rambutan, nenas, pisang, jeruk, nangka, dan semangka) dan tanaman perkebunan kelapa dan lada. Tanaman tersebut tumbuh baik pada tanah sulfat masam potensial dengan sistem tata air mikro seperti saluran drainase dan ameliorasi tanah.
Tanaman indikator
Padi
digunakan sebagai tanaman indikator karena padi mampu bertahan dalam keadaan
tergenang, sehingga ion-ion yang terikat didalam air dapat di ekspressikan.
Tanaman padi dapat mengekspressikan pirit di lahan rawa pasang surut. Tanaman
padi juga toleran terhadap tanah yang memiliki kandungan salin didalamnya.
Tanaman padi juga mampu mengakumulasi lebih banyak lagi ROS (Kong-ern,l et.
Al., 2012).
Kelebihan tanaman pagi dibandung tanaman lainnya adalah
tanaman padi dapat ditanam di lahan yang aneh / asing yaitu termasuk tanah
salin, tanah yang mengandung alkalin, dan tanah sulfat masam. Proses kimia dio
dalam tanah tuida muncul menjadi bagian yang terpenting seperti kemampuan fisik
. Tanaman padi juga dapat ditanam pada daerah tergenang (February, 2005).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan
Percobaan
ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan Desember 2014 di Lahan
Praktikum Pengelolaan Tanah dan Air
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan. Pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada
percobaan ini adalah Tanah Sawah Sulfat Masam Secanggang Langkat sebagai media tanam,
air digunakan untuk menggenangi tanah sulfat masam, benih padi (Oryza sativa L.) sebagai objek yang akan di amati.
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah ember ukuran 5L untuk tempat media tanam, batu
bata sebagai alas untuk menahan ember, ember sebagai tempat media tanam ,
meteran sebagai alat penghitung luas lahan, cangkul untuk menggali parit
drainase, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, buku data untuk tempat data
ditulis, alat tulis untuk menulis data yang diperoleh. Prosedur Percobaan
-
Disediakan tanah sawah sulfat masam
sebanyak 5 kg untuk 4 ember plastik.
-
Dimasukkan tanah kedalam 4 ember dengan
2 ember pengulangan, masing-masing 5 kg.
-
Diberi perlakuan dengan penggenangan dan
tanpa penggenangan
-
Ditanam padi (Oryza sativa L.) pada
masing-masing ember.
- Diamati datanya dengan parameter tinggi
tanaman, warna daun, jumlah anakan setiap minggunya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Berdasarkan
hasil pengamatan, diperoleh data rataan tinggi tanaman yang disediakan pada
tabel 1.
Tabel
1. Rataan tinggi tanaman 1-8 MST
Tanggal pengamatan
|
Dengan penggenangan (DP)
|
Tanpa penggnangan (TP)
|
15-Oct-14
|
21
|
25.5
|
22-Oct-14
|
40.5
|
38.5
|
29-Oct-14
|
45.25
|
44
|
5-Nov-14
|
48.5
|
49.25
|
12-Nov-14
|
53.5
|
54.5
|
19-Nov-14
|
58.75
|
58.75
|
26-Nov-14
|
64.5
|
61
|
3-Dec-14
|
73.75
|
62.7
|
Gambar 1.Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 1-8 MST
Jumlah Daun (helai)
Berdasarkan
hasil pengamatan, diperoleh data rataan jumlah daun yang disediakan pada tabel 2.
Tabel
2. Rataan jumlah daun 1-8 MST
Tanggal pengamatan
|
Dengan penggenangan (DP)
|
Tanpa penggenangan (DP)
|
15-Oct-14
|
3
|
3.5
|
22-Oct-14
|
4
|
3.5
|
29-Oct-14
|
4.5
|
4
|
5-Nov-14
|
5
|
4.5
|
12-Nov-14
|
5
|
5.5
|
19-Nov-14
|
5.5
|
5.5
|
26-Nov-14
|
5.5
|
6
|
3-Dec-14
|
5.5
|
6
|
Berdasarkan tabel
diatas, maka diperoleh data tertinggi pada perlakuan tanpa penggenangan yaitu
sebanyak 6 helai, dan data terendah sebanyak 5,5 cm. Grafik jumlah daun tanaman 1-8 MST
dengan perlakuan penggenangan dan tanpa penggenangan
pada lahan sulfat masam disajikan pada Gambar 2.
Gambar
2.Grafik pertumbuhan jumlah daun 1-8 MST
Berat Basah (g)
Rataan berat basah (g) padi dengan perlakuan penggenangan air dan tanpa
penggenangan air pada lahan sulfat masam.
Tabel 3. Berat basah tanaman (g)
Perlakuan
|
Tanaman
|
Akar
|
Tajuk
|
Bulir
|
Dengan
Penggenangan
|
13
|
7.75
|
4.85
|
6.2
|
Tanpa
Penggenangan
|
25.85
|
14.95
|
6.1
|
13.1
|
Gambar
3. Diagram berat basah (g) padi
Berat Kering (g)
Rataan berat kering (g) padi dengan perlakuan
penggenangan air dan tanpa penggenangan air pada lahan sulfat masam.
Tabel
4. Berat kering tanaman (g)
Perlakuan
|
Tanaman
|
Akar
|
Tajuk
|
Bulir
|
Dengan
Penggenangan
|
5.75
|
3.4
|
2.35
|
2.9
|
Tanpa
Penggenangan
|
9.3
|
5.3
|
4
|
5.95
|
Gambar
4. Diagram berat kering (g) padi
Pembahasan
Dari hasil percobaan diperoleh
tinggi tanaman dan jumlah daun yang paling baik terdapat pada pertumbuhan padi
tanpa penggenangan. Hal ini disebabkan karena pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0).
Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak
mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Hal ini sesuai
dengan literatur http://www.ristek.go.id
(2008) Padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 - 22
cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0).
Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi.
Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak
mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk
mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang
khusus.
Dari
hasil percobaan diperoleh hasil berat basah dari tanaman padi yang terberat
adalah pada tanaman padi tanpa penngenangan, yaitu berat tanaman adalah 25,85 g
; akar 14,95 g ; tajuk 6,1 g ; dan bulir 13,1 g. Hal ini dikarenakan keadaan
tanah yg tidak tergenang memiliki pH dan keadaan tanah yang lebih baik bagi
pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur http://www.ristek.go.id
(2008) Padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 - 22
cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0).
Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi.
Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak
mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk
mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang
khusus.
Dari
hasil percobaan diperoleh berat kering tertinggi diperoleh pada tanaman tanpa
penggenangan, yaitu berat tanaman 9,3 g; akar 5,3 g; tajuk 4 g; bulir 5,95 g.
Hal ini dikarenakan keadaan tanah yg tidak tergenang memiliki pH dan keadaan
tanah yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur http://www.ristek.go.id
(2008) Padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 - 22
cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0).
Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi.
Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak
mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk
mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang
khusus.
Tidak
semua jenis tanaman dapat tumbuh pada tanah sulfat masam. Karena itu, dalam
pemanfaatan tanah sulfat masam hanya menggunakan tanaman-tanaman yang adaptif,
seperti padi,
palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), sayuran (cabai,
kacang panjang, kubis, tomat, dan terung), buah-buahan (rambutan, nenas,
pisang, jeruk, nangka, dan semangka) dan tanaman perkebunan kelapa dan lada.
Hal ini dikarenakan tanaman tersebut tumbuh baik pada tanah sulfat masam
potensial dengan sistem tata air mikro seperti saluran drainase dan ameliorasi
tanah. Hal ini sesuai literatur Didi (2005) yang menyatakan Penggunaan varietas
yang adaptif, Tanaman yang dapat diusahakan di lahan sulfat masam antara lain
adalah padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau),
sayuran (cabai, kacang panjang, kubis, tomat, dan terung), buah-buahan
(rambutan, nenas, pisang, jeruk, nangka, dan semangka) dan tanaman perkebunan
kelapa dan lada. Tanaman tersebut tumbuh baik pada tanah sulfat masam potensial
dengan sistem tata air mikro seperti saluran drainase dan ameliorasi tanah.
Masalah
yang sering dijumpai pada tanah sulfat masam adalah memilki kemasaman yang
tinggi apabila dibiarkan dalam keadaan kering. Tanah mengalami oksidasi yang
menyebabkan kemasamannnya meningkat. Hal ini sesuai literatur Noor (2004) permasalahan
yang umum dijumpai pada lahan sufat masam adalah kemasaman tanah yang tinggi,
ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe
berakibat pada rendahnya hasil tanaman yang diusahakan.Kemasaman tanah yang
tinggi memicu larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi
tidak produktif .
KESIMPULAN
- Tinggi tanaman dan jumlah daun tertinggi diperoleh dari tanaman padi yang tidak tergenang dengan rata-rata pertumbuhan berurutan adalah 50,71 dan 4,75.
- Dari hasil percobaan diperoleh berat kering tertinggi diperoleh pada tanaman tanpa penggenangan, yaitu berat tanaman 9,3 g; akar 5,3 g; tajuk 4 g; bulir 5,95 g.
- Dari hasil percobaan diperoleh berat kering tertinggi diperoleh pada tanaman tanpa penggenangan, yaitu berat tanaman 9,3 g; akar 5,3 g; tajuk 4 g; bulir 5,95 g.
- Dalam pemanfaatan tanah sulfat masam hanya menggunakan tanaman-tanaman yang adaptif, seperti padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau), sayuran (cabai, kacang panjang, kubis, tomat, dan terung), buah-buahan (rambutan, nenas, pisang, jeruk, nangka, dan semangka) dan tanaman perkebunan kelapa dan lada
- Permasalahan yang umum dijumpai pada lahan sufat masam adalah kemasaman tanah yang tinggi, ketersediaan hara P yang rendah.
Saran
Sebaiknya untuk
percobaan selanjutnya harus lebih memperhatikan contoh tanah, pemeliharaan
tanaman , dan keakuratan data agar hasil percobaan yang dilakukan baik dan data
hasil percobaan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira,
A., 2010. Morfologi Tanaman Padi. Diakses Dari
http://www.anneahira.com/morfologi-tanaman-padi.htm. Pada 4 Desember 2011.
Arsyad,
2010, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
Asdak,
C., 2010, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Barus,
J., 2008. Kajian Pengembangan Varietas Unggul Padi Gogo dan Teknologi
Budidayanya di Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II.
Universitas Lampung 17-18 Nopember 2008
Darmayanti,
A.S, 2012, Thesis : Karakteristik Pohon dalam Pengaruhnya terhadap Infiltrasi
Air Hujan di Beberapa Kebun Raya Purwodadi, Universitas Brawijaya, Malang
Didi
, A.S. 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Untuk Usaha Pertanian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Hairiah,
K, D. 2002, Jurnal Diagnosis Faktor Penghambat Pertumbuhan Akar Sengon Pada
Ultisol di Lampung Utara, Word Agroforestry Center, Bogor
Hasibuan,
M. S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara
http://warintek.bantul.go.id.
, 2008. Budidaya Pertanian Padi. Diakses tanggal 01 Februari 2008.
http://www.ristek.go.id.
, 2008. Padi (Oryza sativa). Diakses tanggal 01 Februari 2008.
Indriyanto,
2008, Ekologi Hutan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Ispriyanto,
R., 2001, Erosi di Areal Tumpangsari Tegakan Pinus merkussi Jungh et de Vriese
Umur 1 tahun (Studi Kasus di KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat), Skripsi, Jurusan Manajemen Hutan,Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Kartasapoetra,G.,
A.G. Kartasapoetra, MM Sutedjo, 2005, Teknologi Konservasi Tanah dan
Air.Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta
Kongchum.
2005. Effect of Plant Residue and Water Management Practises on Soil Redox
Chemistry, Methane Emission and Rice Productivity. A Dissertation, Louisiana
State. 189p
Mangoendidjojo,
W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Moleong,
L. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Jakarta.
Mori,
Koyotoka. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Norsalis,
E., 2011. Padi Gogo Dan Padi Sawah. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17659/4/Chapter%20II.pdf. Pada
5 Desember 2011.
Noor,
M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Raja
Grafindo Persada. Jakarta dalam Tambunan,
S.W.2013. Tanah Sulfat Masam. repository.
usu. ac. Id / bitstream / 123456789 / 37802 / 5 / Chapter%20I. pdf
Perdana.
2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri, Cetakan pertama.
Bandung: Yrama Widya. Hal 37-200.
Pustaka
Deptan, 2008. Penyebaran Padi Unggul Baru di Jawa Barat. Dikutip dari: http://
www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr293071. Diakses tanggal 25 September 2008.
Rabenandrasana,
J. 2002. Revolusi dalam Intensifikasi Padi. Salam. Dikutip dari:
http://agriculturas.leisa.info. Diakses tanggal 25 September 2008.
Rahayu,
T., 2009. Budidaya Tanaman Padi Dengan Teknologi MIG-6 plus. Diakses dari
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/persyaratan-tumbuh-padi-gogo. Pada 28
Februari 2012.
Rahim,
S.E., 2003, Pengendalian Erosi Tanah : dalam Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Sukirno.
2001. Teknik Konservasi Tanah dan Air, Juruan Teknik Pertaninan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suripin.2004.
Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelajutan, Andi Offset, Yogyakarta.
Widarto,
Y. P dan J. Susilo., 2004. Introduksi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Gogo
di Kabupaten Blora. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.